Warning

Maaf, artikel di Blog ini tidak dapat di copy dengan cara biasa. Beberapa artikel dapat di-download, link-nya ada di bagian akhir (paling bawah).

Jumat, 05 Desember 2014

Bimbingan dan Konseling: PENDEKATAN PERSON-CENTERED THERAPY

 


A. SEJARAH PERKEMBANGAN
    Pendekatan ini dikembangkan oleh Dr. Carl Rogers pada tahun 1940-an. Pada awal perkembangannya pendekatan ini dinamakan non-directive counseling, dan pada tahun 1951 diganti menjadi client-centered yang berasumsi bahwa manusia yang mencari bantuan psikologis diperlakukan sebagai konseli yang bertanggung jawab yang memliki kekuatan untuk mengarahkan dirinya. Setelah itu Rogers mengembangkan aplikasi pendekatan ini ke area yang lebih luas dan menjangkau populasi yang lebih bervariasi sampai pada isu-isu kekuasaan dan politik, maka pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan yang berpusat pada manusia (person-centered approach).

B. PANDANGAN TENTANG MANUSIA
- Manusia memiliki worth dan dignity dalam diri sehingga ia layak diberikan penghargaan (respect)
- Manusia memiliki kapasitas dan hal untuk mengatur dirinya sendiri dan mendapat kesempatan dan membuat penilaian yang bijaksana
- Manusia dapat memilih nilainya sendiri
- Manusia dapat belajar untuk bertanggung jawab secara konstruktif
- Manusia memiliki kapasitas untuk mengatasi perasaan, pikiran dan tingkah lakunya
- Mannusia memiliki potensi untuk berubah secara kinstruktif dan dapat berkembang ke arah hidup yang penuh dan memuaskan (full and satisfying life) dengan kata lain aktualisasi diri (self-actualisation).

C. KONSEP DASAR
    Pendekatan ini dibangun atas dua hipotesis dasar, yaitu: (1) setiap orang memiliki kapasitas untuk memahami keadaan yang menyebabkan ketidakbahagiaan dan mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih baik, dan (2) kemampuan seseorang untuk menghadapi keadaan ini dapat terjadi dan ditingkatkan jika konselor menciptakan kehangatan, penerimaan, dan dapat memahami relasi (proses konseling) yang sedang dibangun.

D. PROSES KONSELING
    Dalam pendekatan ini, konseling bukan sebuah proses bantuan yang melihat kejadian-kejadian masa lampau, tetapi lebih pada upaya mambangun keberlangsungan masa depan baik secara spiritual, intelektual, maupun emosional.
    Dalam konseling, konselor memberi kebebasan yang luas kepada konseli untuk membuat keputusan. Konselor harus menahan diri dalam memberi pengaruh kepada konseli, konselor member tanggung jawab kepada konseli dalam pengambilan keputusan lewat konseling, konselor memberi kebebasan kepada konseli dalam mengekspresikan diri dan dalam menentukan cara menangani masalahnya.

E. TUJUAN KONSELING
    Dalam pandangan Rogers, tujuan konseling bukan semata-mata menyelesaikan masalah tetapi membantu konseli dalam proses pertumbuhannya sehingga konseli dapat mengatasi masalah yang dialaminya sekarang dengan lebih baik dapat mengatasi masalahnya sendiri di masa yang akan datang.

F. PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
    Konselor berperan mempertahankan kondisi inti yang menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli. Dalam proses tersebut, konselor menunjukkan sikap:
1. Kongruen (Congruence) atau Keaslian (Genuineness)
    Seorang konselor harus dapat menampilkan kekongruenan antara perasaan dan pikiran yang ada di dalam dirinya dengan perasaan, pandangan dan tingkah laku yang diekspresikan. Keaslian konselor dapat terlihat melalui respons-respons konselor yang muncul secara alamiah, asli, dan tidak dibuat-buat, sehingga tidak berlebihan.
2. Penerimaan tanpa Syarat (Unconditional Positive Regard and Acceptance)
    Unconditional positive regard berarti bahwa konselor tidak melakukan penilaian dan penghakiman terhadap perasaan, pikiran dan tingkah laku konseli berdasarkan standar norma tertentu. Sedangkan acceptance adalah menunjukkan penghargaan yang spontan terhadap konseli, dan menerimanya sebagai individu yang berbeda dengan konselor.
3. Pemahaman yang Empatik dan Akurat (Accurate Emphatic Understanding)
    Maksudnya adalah kemampuan konselor untuk memahami permasalahan konseli, melihat melalui sudut pandang konseli, peka terhadap perasaan konseli, sehingga konselor memahami konseli.

G. TAHAP-TAHAP KONSELING
    Proses konseling antara konselor dan konseli harus ada kontak psikologis (terbangun hubungan interpersonal). Sikap hangat, positif, dan penerimaan dari konselor dapat mendorong konseli untuk menerima dirinya sendiri sehingga terjadi pengkomunikasian pemahaman empatik, genuitas, dan penerimaan konselor terhadap konseli. Jika semua kondisi tersebut dapat benar-benar terjadi, maka konseli akan menjadi lebih positif dan menemukan konsep dirinya.

H. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
    Corey mengatakan bahwa konselor harus memperlihatkan berbagai keterampilan interpersonal antara lain:
1. Mendengar Aktif (Aktive Listening): Memperhatikan perkataan sampai bahasa tubuh konseli.
2. Mengulang Kembali (Restating): Mengulang perkataan dengan kalimat berbeda.
3. Memperjelas (Clarifying): Membantu individu memperjelas perasaannya.
4. Menyimpulkan (Summarizing): Menganalisis seluruh elemen-elemen dalam bagian sesi konseling.
5. Bertanya (Questioning): Menggali informasi lebih dalam.
6. Menginterpretasi (Interpreting): Memberikan perspektif alternative dan baru.
7. Mengkonfrontasi (Confronting): Menantang konseli untuk melihat dirinya secara jujur.
8. Merefleksikan Perasaan (Reflecting Feelings): Merespon esensi perkataan konseli.
9. Memberi Dukungan (Supporting): Memberi penguatan kepada konseli.
10. Berempati (Empathizing): Sensitif terhadap hal-hal subyektif konseli.
11. Memfasilitasi (Facilitating): Memberdayakan konseli untuk mencapai tujuannya.
12. Memulai (Initiating): Keterampilan memulai kegiatan dalam proses konseling.
13. Menentukan Tujuan (Setting Goals): Memperjelas tujuan-tujuan dalam konseling.
14. Mengevaluasi (Evaluating): Pada akhir setiap sesi, konselor mengevaluasi apa saja yang terjadi.
15. Memberi Umpan Balik (Giving Feedback).
16. Menjaga (Protecting): Menjaga konseli dari resiko-resiko psikologis dan fisik yang tidak perlu.
17. Mendekatkan Diri (Disclosing Self): Membuat konseli lebih terbuka.
18. Mencontoh Model (Modeling): Konseli belajar dari mengobservasi tingkah laku konselor.
19. Mengakhiri (Termionating): Menentukan waktu dan cara mengakhiri konseling.

Sumber: Lupa dan tidak saya temukan di arsip saya.

Artikel ini dapat diunduh di sini (docx)















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar